Selasa, 01 Mei 2012

Pandangan Zwingli Mengenai Sakramen


Teologi di kalangan Protestan: Zwingli mengenai sakramen
            Hampir semua orang mengenal Martin Luther dan Yohanes Calvin. Mereka memiliki banyak pengikut dan ajaran mereka juga tersebar dimana-mana, bahkan ajaran-ajaran gereja kita di sini juga banyak dipengaruhi oleh ajaran mereka. Sebut saja Gereja HKBP yang menganut ajaran Luther (Lutheran) dan Gereja GBKP yang menganut ajaran Calvin (Calvinisme). Namun tidak demikian halnya dengan Ulrich Zwingli yang juga merupakan salah satu tokoh reformator besar berbarengan dengan Luther dan Calvin.
Ulrich Zwingli adalah seorang pakar Alkitab yang lahir di Wildhaus, Swiss pada tanggal 1 Januari 1484 dan meninggal pada tanggal 11 Oktober 1531 karena terbunuh dalam sebuah pertempuran melawan kanton-kanton Katolik di Kappel am Albis[1]. Dia adalah pemimpin Reformasi Swiss sekaligus pendiri Gereja Reformasi Swiss pada tahun 1523[2]. Sumbangsihnya di bidang pembaharuan Gereja dan Masyarakat seolah tenggelam tertutupi oleh sumbangan pemikiran dari Luther dan Calvin karena pada masa hidup Zwingli berbarengan dengan masa hidup Luther, selain itu disebabkan juga oleh karena Zwingli pernah menolak ajaran Gereja Katolik Roma yang hanya beberapa tahun setelah Luther. Selain itu, alasan lain yang membuat karier Zwingli kurang kelihatan mungkin adalah karena perbedaan-perbedaan teologinya dengan Luther. Bagi Luther pemikiran Zwingli terlalu humanistik dan patrioristis. Perbedaan pendapat antara Zwingli dengan Luter dan Calvin mengenai sakramen sangat terasa.
Sakramen berasal dari bahasa Latin, sacramentum, artinya adalah tanda yang kelihatan dari rahmat Allah yang dikaruniakan kepada orang-orang percaya. Pada mulanya jumlah sakramen belum tetap. Petrus Lombardus menyebutkan ada tujuh sakramen, yaitu baptisan, konfirmitas, ekaristi, tobat, urapan, tahbisan, dan pernikahan. Gereja Timur dan Gereja Anglikan menerima ketujuh sakramen ini, namun Gereja-gereja Prostestan hanya menerima dua sakramen, yakni Baptisan dan Perjamuan Malam atau Perjamuan Kudus[3]. Zwingli mengutarakan dua ajaran tentang sakramen, yakni sakramen Baptisan dan sakramen Perjamuan Malam. Perbedaan ajaran Zwingli mengenai sakramen tidak terlalu menonjol dalam sakramen Baptisan karena hampir sama dengan yang diutarakan oleh Luther. Namun mereka berbeda pendapat dalam ajaran sakramen Perjamuan Malam. Perbedaan itu disebabkan oleh karena karakter, sifat, dan latar belakang mereka yang berbeda. Luther adalah seorang biarawa yang bergumul dengan skolastik dari abad-abad pertengahan, sedangkan Zwingli lebih banyak dibentuk oleh humanism, ia tidak mudah terharu dan lebih banyak bersifat rasional.
Perbedaan pendapat antara mereka tentang sakramen khususnya mengenai sakramen Perjamuan Malam membuat keduanya terpisah dan menempuh jalan mereka sendiri-sendiri. Menurut Zwingli, sakramen bukanlah sesuatu yang suci, yang oleh kuasanya dapat membebaskan hati nurani manusia dari dosa. Sakramen adalah jaminan, janji atau sumpah untuk membuktikan kerelaan dirinya untuk mendengarkan dan menaati firman Allah bukan misteri atau rahasia dan juga tidak berarti mengandung sesuatu yang suci atau sakral. Sedangkan Luther menyebut sakramen adalah sebagai meterai atau tanda perjanjian, maksudnya adalah baptisan secara kelihatan yang mengesahkan dan menjamin janji-janji Allah secara sah. Secara sekunder baptisan itu dipahami sebagai janji ketaatan oleh manusia. Namun bagi Zwingli, sakramen terutama adalah suatu tanda perjanjian yang menunjukkan bahwa semua yang menerimanya rela memperbaiki hidupnya untuk mengikut Kristus. Ia juga mengungkapkan bahwa sakramen Baptisan adalah suatu tanda yang mewajibkan kita untuk mengikat diri pada Kristus. Singkatnya, bagi Luther, sakramen adalah suatu tanda pembebasan manusia dari segala bentuk dosanya, sedangkan bagi Zwingli, sakramen adalah hidup baru di dalam Kristus. Zwingli tidak setuju dengan pendapat Luther itu karena menurutnya sakramen tidak dapat melakukan penyucian dan penebusan dosa, baginya hanya Allah saja yang dapat mengampuni dosa.
Pertemuan Dewan Kota dengan jemaat Zurich menghasilkan putusan bahwa misa harus dihapus dan digantikan dengan Perjamuan Malam. Bagi Zwingli, Perjamuan Malam adalah “perjamuan peringatan” yang gembira dan pengucapan syukur umum atas segala pemberian yang Kristus berikan kepada kita. Oleh karena adanya partisipasi kita di dalamnya, kita menyatakan bahwa kita tergolong pada orang-orang yang hidup dari pemberian-pemberian Kristus[4]. Bagi Zwingli, Perjamuan Malam adalah suatu peringatan akan Kurban Kristus (didasarkan atas kesaksian Surat Ibrani 9:12; 10:10-14), roti dan anggur dalam Perjamuan Malam hanyalah simbol dari tubuh dan darah Kristus. Dari perkataan itu ia sebenarnya tidak mengakui “prasentia realis” (kehadiran Kristus yang sesungguhnya ada dalam Perjamuan Malam)[5]. Jadi yang terpenting dalam Perjamuan Malam menurut Zwingli adalah bahwa sakramen bukanlah alat keselamatan dari Yesus yang dilahirkan sebagai manusia tetapi Kristus yang disalibkan ke dalam maut. Yesus sebagai manusia tidak dapat menyelamatkan kita, tetapi yang menyelamatkan kita adalah Kristus yang diserahkan ke dalam maut. Zwingli menghendaki kesederhanaan dalam Perjamuan Malam, yakni cawan dan piringnya harus terbuat dari kayu, karena yang terpenting bukanlah cawannya melainkan maknanya. Pada saat perjamuan orang-orang percaya dan mengikut Kristus dan mereka berjanji untuk setia kepadaNya.
Toleransi dan intoleransi: Puritanisme, penyebabnya dan akibatnya bagi kekristenan di Inggris

Bagi sebagian orang, kaum Puritan adalah sekelompok orang fanatik berpikiran picik yang memiliki kenangan semu dan selalu ingin berontak. Padahal tidak demikian. Istilah Puritan berasal dari kata pure, murni. Nama ini dikenakan pada suatu gerakan yang berusaha untuk memperbaharui Gereja Anglikan dari sisa-sisa Gereja Katolik Roma di Inggris[6]. Puritanisme adalah gerakan reformasi yang terorganisir secara longgar yang berasal Reformasi Inggris pada abad ke 16 di bawah pemerintahan Ratu Elizabeth I (1559-1603) hingga akhir abad ke 17[7]. Bentuk pertama dari Gerakan puritanisme adalah kecintaan yang mendalam terhadap firman Allah. Namun pada masa pemerintahan Ratu Elizabeth I, Gereja Anglikan yang merupakan gerja pemerintah memperlihatkan perbedaan yang besar mulai dari bentuk, upacara  hingga struktur episkopalnya serta kebiasaan lainnya.
Kaum Puritan Independen telah menciptakan sesuatu yang baru bagi Inggris. Untuk pertama kalinya, ada toleransi bagi sebagian besar Protestanisme tanpa ada unsur  Roma Katolik atau Quakerisme. Puritanisme pada dasarnya adalah anti-Katolik, mereka merasa bahwa Gereja Inggris masih terlalu dekat dengan Katolik dan perlu direformasi lebih lanjut. Awalnya Gereja Anglikan yang juga menganut ajaran Calvinis sepaham dengan kaum Puritan, namun semakin lama Gereja Anglikan semakin menjurus ke arah ajaran Katolik Roma. Oleh karena itu terjadilah perpecahan antara kaum puritan dengan Gereja Anglikan. Penyebab terjadinya perpecahan gereja di Inggris itu adalah perbedaan pendapat dan aliran antara mereka.
Perbedaan yang ada itu dipengaruhi juga oleh pemerintah yang bersifat otoriter dan memihak Gereja Anglikan yang merupakan gereja pemerintah pada masa itu. Pemerintah Inggris tidak menginginkan adanya perubahan terhadap Gereja Anglikan, sementara kaum puritan sangat menginginkan perubahan itu. Oleh karena keinginan kaum puritan ini di tolak, maka hampir semua pendeta kaum Puritan meninggalkan Gereja Inggris, menuju Amerika dengan tujuan mencari dunia baru demi kebebasan beragama. Sebab mereka merasa bahwa Gereja Inggris adalah toleran terhadap praktek-praktek yang mereka berhubungan dengan Gereja Katolik dan mereka tidak memiliki kebebasan beragama lagi di Inggris.
Kaum Puritan mengambil komitmen yang kuat dalam Kitab Suci dan teologi yang menekankan konsep perjanjian. Mereka menerima keyakinan bahwa Kitab Suci harus mengatur struktur gerejawi dan perilaku pribadi. Oleh karena itu, hadirnya Alkitab King James Version merupakan salah satu sumbangsih dari kaum puritan. Salah satu tokoh puritan adalah Oliver Cromwell.


Daftar Pustaka

Zwingli:

Abineno, J. L.  Ch. Ulrich Zwingli: Hidup, Pekerjaan, dan Ajarannya. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1993.

Brown, Colin. Christianity and Western Thought: A History of Philosophers, Ideas and Movement.
Ontario: Intervarsity Press. 1990.

Hastings,  James. Encyclopædia of Religion and Ethics Volume XII Suffering- Zwingli. New York:
Charles Scribner’s Songs. 1951.

Seligman, Edwin R.A. Encyclopædia of The Social Sciences Volume Fifteen Trade Unions – Zwingli.
New York: The Macmillan Company. 1957.

Wellem, F. D. Kamus Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009.



Puritanisme:


Adair, John. Founding Father: The Puritans in England and America. Michigan: Baker Book House.
1982.

Wellem, F. D. Kamus Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009.

Woodhouse, A.H.P. Puritanism and Liberty. London: J. M. Dent & Sons Ltd. 1938.



[1] James Hastings, Encyclopædia of Religion and Ethics Volume XII Suffering- Zwingli, (New York: Charles Scribner’s Songs, 1951), 873-875.
[2] Edwin R.A. Seligman, Encyclopædia of The Social Sciences Volume Fifteen Trade Unions – Zwingli, (New York: The Macmillan Company, 1957), 542.
[3] F. D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 405-406.
[4] J. L.  Ch. Abineno, Ulrich Zwingli: Hidup, Pekerjaan, dan Ajarannya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 57.
[5] ibid , 51.
[6] F. D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 380.
[7] John Adair, Founding Father: The Puritans in England and America, (Michigan: Baker Book House, 1982), 84.

1 komentar: