Selasa, 01 Mei 2012

TRAFIKING PEREMPUAN


TRAFIKING PEREMPUAN



 Kekerasan adalah tindak keras atau pemaksaan oleh seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau kerugian bahkan kematian bagi yang mengalaminya[1]. Konferensi perempuan sedunia keempat si tahun 1996 mendefinisikan kekerasan perempuan adalah segala sesuatu yang dianggap perempuan sebagai kekerasan[2].
Kekerasan selalu menyakiti siapa saja yang mengalaminya. Cepat atau lambat, si korban akan mengalami penderitaan fisik, mental, bahkan trauma yang dalam dan berkepanjangan.
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang faktor-faktor pendukung kekerasan terhadap perempuan, yakni: Mengapa trafiking perempuan dapat terjadi? Siapa saja pelaku kekerasan perempuan? Bagaimana penyelesaiannya?
Dalam kasus kekerasan perempuan, kekerasan berbasis jender[3] merupakan faktor utamanya karena pria sebagai pemegang kuasa berpeluang untuk melakukan kekerasan terhadap perempuan yang selalu dianggap lemah. Kekerasan terhadap perempuan tidak hanya sebatas kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh suami, tetapi juga terjadi terhadap remaja dan anak-anak perempuan. Bentuk dari kekerasan tersebut dapat berupa trafiking perempuan. 
Trafiking perempuan merupakan bukti kekerasan perempuan yang merupakan kejahatan di zaman ini yang mengakibatkan kesengsaraan bagi si korban, karena perempuan yang diperdagangkan tidak diperlakukan sebagai sumber daya manusia yang mempunyai potensi dan hak-hak pribadi melainkan sebagai barang dagangan yang dapat diperjualbelikan. Korban direkrut, dijual, dipindahkan, serta dijual kembali dengan disertai berbagai kejahatan seperti penipuan, kekerasan dan eksploitasi seks.

Trafiking perempuan adalah segala tindak perekrutan, pengangkutan antar daerah dan negara, pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan, dan penampungan sementara. Dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan verbal dan fisik, penculikan, penipuan, dan jebakan yang digunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual, anak adopsi, penganten pesanan, pembantu rumah tangga, pengemis, penjualan organ tubuh, pengedar obat terlarang, industri pornografi, dan bentuk esploitasi lainnya[4].
Situasi ekonomi yang sulit sering menjadi faktor utama penyebab trafiking perempuan. Orang tua menjual anak gadisnya untuk menjadi pekerja seks. Ada juga yang berawal dari sekedar ingin mencari kerja namun terjatuh ke dalam tangan mucikari.
Pekerja seks komersial (PSK) adalah orang-orang yang bekerja didunia seksualitas tanpa melakukan hubungan seks yang intim, misalnya penari striptis, pramugari bar atau pub, dan model industri pornografi. Sedangkan pelacur adalah orang yang menjual dirinya dengan melakukan hubungan seksual secara intim. PSK dan pelacur merupakan kegiatan pelecehan seksual, sama halnya seperti lesbian. Namun perilaku lesbian cenderung terjadi akibat adanya kekerasan dari seorang pria terhadap korban sebelumnya sehingga mengakibatkan trauma terhadap pria. Misalnya seorang perempuan pernah mengalami tindak pemerkosaan atau sodomi oleh teman prianya sebelumnya.
Trafiking perempuan tidak hanya sebatas PSK dan pelacuran yang illegal saja, tetapi juga mencakup pelacuran legal seperti kawin kontrak, nikah siri, dan poligami yang merugikan kaum perempuan. Kerugian tersebut dapat saja berupa tekanan emosional ataupun luka fisik. Namun demikian, kegiatan pelacuran legal tersebut tetap saja dilakukan dan atas kesadaran serta kemauan sendiri. Walaupun dengan konsekuensi kerugian yang tidak setimpal.
Kawin kontrak merupakan hubungan perkawinan yang memiliki kurun maktu tertentu melelui persetujuan bersama antara korban dan pelaku. Kawin kontrak hanyalah sebuah perkawinan yang terjadi begitu saja melalui sebuah pernyataan pada selembar kertas yang ditandatangani dan disertai sejumlah uang sebagai tanda kesepakatan antara kedua belah pihak. Dengan demikian kawin kontrak yang merupakan pemerkosaan berulang tersebut dinyatakan sah dan tidak bisa diputus oleh pihak perempuan.
Nikah siri mungkin sedikit berbeda dari kawin kontrak karena diakui secara agama tapi tidak secara negara. Sedangkan poligami adalah seseorang yang memiliki istri lebih dari satu.
Trafiking perempuan menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan bagi korbannya akibat kekerasan. Disadari atau tidak, kekerasan tersebut dapat berakibat fatal dan non-fatal.
Kekerasan yang fatal dapat berupa:
     -  Bunuh diri karena mengalami tekanan yang berkepanjangan
     -  Infeksi HIV/AIDS akibat seks bebas.
Sedangkan kekerasan yang non-fatal dapat berupa:
- Kekerasan fisik yang berupa luka, kecacatan, dan obesitas lanjut.
-    Kekerasan mental yang berupa stress pasca trauma, depresi, kecemasan, phobia, disfungsi seksual, rendah diri, dan gangguan prilaku seperti kecanduan rokok dan alcohol,obat terlarang, dan seks bebas.
-    Kekerasan reproduksi yang berupa IMS/HIV[5] kehamilan y ang tidak diinginkan, gangguan genekologi, aborsi yang tidak aman, komplikasi kehamilan, dan keguguran.

            Trafiking perempuan bisa terjadi kapan saja, dimana saja dan terhadap siapa saja. Banyak hal yang bisa melatar belakangi terjadinya trafiking perempuan, seperti[6]:
1. Kemiskinan
Sulitnya lapangan kerja akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan menimbulkan banyak orang berusaha mengambil jalan pintas.
2. Kebodohan dan putus sekolah
Pendidikan sangat dibutuhkan bagi para pemuda dan remaja guna menghadapi tantangan ke depan yang semakin kompentatif dan kompleks. Sebab bila kita berada dalam kebodohan, maka kita akan menjadi mangsa pembodohan dan penipuan.
3. Perceraian atau keluarga berantakan
Keluarga adalah awal dari segala sesuatu, gagasan, sikap, keyakinan, dan perasaan. Apa yang terjadi di dalam keluarga akan menentukan juga apa yang terjadi di dalam masyarakat beserta masalah-masalah yang ada di tengah masyarakat tersebut, seperti  kehidupan kumpul kebo, seks bebas, atau perceraian yang menjadi mode paling bergengsi di tengah masyarakat saat ini. Akibat perceraian banyak anak yang hidupnya tidak terkontrol karena marah, benci, dendam, labil, sehingga mereka mudah terseret dan jatuh ke dalam kesesatan.
4. Bencana alam
Dampak dari bencana alam yang menyebabkan masyarakat harus mengungsi ke tempat lain adalah perasaan takut dan putus asa yang dapat memotivasi dan mengubah mental spiritual seseorang. Sehingga mengakibatkan seseorang dapat terperangkap dalam jerat dunia kegelapan.

Trafiking perempuan dapat berjalan lancar didukung oleh beberapa faktor, antara lain seperti:
- Faktor geografis
Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang perbatasannya begitu terbuka dan kurang mendapat pengamanan. Sehingga menyebabkan para sindikat leluasa untuk melakukan transaksi penjualan perempuan.
- Kurang perlindungan
Banyak perempuan yang menjadi korban kekuasaan. Mereka ditangkap dan dijadikan seperti barang jarahan.
- Moral yang rusak
Semakin banyak manusia yang tidak memiliki pandangan etika moral.

Fakta sejarah menunjukan bahwa di Indonesia juga terdapat Trafiking perempuan. Namun masih dilindungi oleh hukum trafiking perempuan. Klasaifikasi pelanggaran HAM yang dialami oleh perempuan dapat di lihat dari :
1.      Dalam bidang Hukum Pidana
- penipuan/pemberian informasi tidak benar (KUHP Pasal 378-389);
- pemalsuan surat, KTP dan identitas (KUHP Pasal 263-276);
- perdagangan perempuan dan laki-laki yang belum dewasa (KUHP Pasal 297);
- kematian;
- vonis hukuman mati;
- hukuman cambuk;
- pelecehan dan kekerasan seksual;
- perkosaan;
- penganiayaan/penyiksaan;
- penyekapan;
- penelantaran;
- pungutan liar/pemerasan;
- pembatasan kebebasan bergerak;
- prostitusi;
- ditangkap/ditahan;
- deportasi;
- konflik;
- melarikan diri dengan segala akibat;
- dipenjara.
2. Dalam bidang Hukum Perdata
   - kontrak dengan anak yang belum dewasa (KUUP Pasal1320);
- penjeratan utang (KUUP Pasal 1338 dan 1339);
- perbuatan melanggar hukum (KUUP Pasal 1365)
yaitu melanggar undang-undang, hak, serta kepatutan yang harus diindahkan dalam masyarakat;
- penjeratan utang kepada majikan di luar negeri yang mencapai Rp. 350 juta  dengan pemberian kontrak kerja yang disodorkan dengan desakan  untuk ditandatangani (KUUP Pasal 1338 dan 1339);
- hambatan beribadah;
- gaji tidak/belum di bayar;
- PHK.
3. Dalam Deklarasi Universal HAM (UDHR/DUHAM)
- pengakuan atas hak hidup, kebebasan, dan keamanan bagi setiap orang (UDHR Pasal 3);
- setiap orang memiliki hak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan atau penghukuman yang kejam dan tidak manusiawi (UDHR Pasal 5).
4. Dalam bidang Hukum Administrasi Negara[7]
      - terdapat paspor palsu yang dikeluarkan imigrasi;
       - tidak memiliki dokumen.
5. Lain-lain
- hilang kontak;
- mengalami stres/depresi/gangguan jiwa;
- sakit/cacat akibat penganiayaan atau kecelakaan.

Sebenarnya kasus trafiking perempuan dapat saja tidak terjadi bila ada dukungan dari orang-orang terdekat korban yang dapat menjadi tempat sandarannya. Terutama kaum perempuan yang berperan besar dalam kasus trafiking perempuan. Solusi pendekatan itu dapat ditinjau dari berbagai aspek:
1.      Kultur
-          memberikan pembinaan kepada orang tua anak muda dan masyarakat oleh gereja dan pemerintah;
-          sosialisasi bahaya trafiking;
-          pelatihan untuk anak putus sekolah;
-          peningkatan pendidikan formal dan non-formal dalam keluarga;
-          gereja menganjurkan bahwa jangan berhutang kepada orang yang tidak dikenal.
2.      Sosial
-          waspada terhadap orang yang tidak dikenal;
-          segera laporkan kejadian kekerasan kepada pihak penegak hukum;
-          sediakan lapangan pekerjaan;
-          melakukan pendekatan kepada korban dengan kasih;
-          lacak lokasi yang dicurigai;
-          penggembalaan pelaku dan pendampingan korban.

 Namun gereja sebagai lembaga persekutuan seharusnya juga dapat memperlihatkan solidaritas mereka secara lebih intim dengan:
- Memberi bimbingan/ pembinaan kepada pemuda dan remaja, tentang tanggung jawab dalam menjalani kehidupan [ Pengkhotbah 12:13-14 ].
- Menginsyafkan pemuda dan remaja, bahwa setiap orang berdosa [ Roma 3:23 ] namun Allah sangat mengasihi mereka, sebab itu jauhilah hawa nafsu [ 2 Timotius 2:22 ].
- Menyelamatkan pemuda dan remaja dari hukum dan murka Allah dengan cara hidup berdamai dengan Allah [ Yohanes 3:16 ].
-    Mendidik anak sedini mungkin untuk “Takut akan Tuhan” dan dilakukan terus-menerus [ Amsal 1:7 ].
-    Meningkatkan kualitas persekutuan pemuda dan remaja, supaya mereka memiliki solidaritas, iman percaya yang kokoh dan doa yang berkemenangan [ Kisah para rasul 2:42-46 ].
-    Mengajarkan peranan kuasa Alkitab dalam menjalani kehidupan, sebagai makanan rohani [ Efesus 4:13].
-    Menyediakan sarana konseling, karena pemuda dan remaja pada masa transisi, mental mereka menjadi labil, sehingga terjadi kekelutan, kebinggungan dan kegoncangan batin. Oleh karena itu mereka membutuhkan tempat untuk berbagi dan mencurahkan isi hati mereka.

Trafiking perempuan adalah perbuatan melanggar hak asasi manusia karena perempuan dijadikan objek perdagangan dan eksploitasi. Trafiking perempuan merupakan suatu pengingkaran terhadap kedudukan hakiki manusia sebagai subjek hukum, telah menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan sekaligus merendahkan martabat manusia.
Kejahatan trafiking perempuan dilakukan dalam segala bentuk penipuan, pemerasan, eksploitasi, dan kekerasan. Untuk menanggulangi segala akibat perbuatan tersebut, pemerintah dan masyarakat terutama tokoh agama dan semua lembaga yang ada dalam komunitas masyarakat tersebut harus mengambil langkah-langkah nyata untuk pencegahan, pemberantasan dan pemulihan terhadap korban trafiking. Kejahatan ini merupakan suatu fenomena yang sukar dideteksi, karena memerlukan keterampilan dan pengalaman untuk  sampai pada pengungkapan kasus yang sebenarnya. Dengan melihat trafiking perempuan sebagai bencana kehidupan moral melalui sudut pandang Alkitab, maka sudah waktunya gereja-gereja berperan aktif memerangi kejahatan dunia kegelapan ini dengan lebih serius dan bertanggung jawab.
 Kerja sama masyarakat terutama lembaga gereja dan tokoh agama serta penegak hukum sangat diperlukan dalam pemberantasan kasus trafiking perempuan ini. Sebab, karena itulah gereja ada di bumi ini.

















DAFTAR PUSTAKA



Habsari, Ririn dan Harimat Hendrawan. 2007. Menguak Misteri di Balik Kesakitan Perempuan. Jakarta: Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
Lapian, L. M. Gandhi dan Hetty A. Geru. 2006. Trafiking Perempuan dan Anak. Jakarta: Penerbit Yayasan Obor Indonesia.
Laporan pelapor khusus PBB tentang kekerasan terhadap perempuan. 2000. Perdagangan Perempuan, Migrasi Perempuan, Kekerasan Terhadap Perempuan: Penyebab dan Akibatnya. Jakarta: Publikasi KOMNAS Perempuan, Seri Dokumentasi.
Laporan pelapor khusus PBB tentang kekerasan terhadap perempuan. 2000. Kekerasan Terhadap Perempuan yang Dilakukan dan/atau Dibiarkan oleh Negara Selama Berlangsungnya Konflik Bersenjata. Jakarta: Publikasi KOMNAS Perempuan, Seri Dokumemtasi.
Suchalla, Anna. 2004. Study of Cultur. Jakarta: Penerbit United Evanglical Mission (UEM).
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.













[1] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1994.
[2] Anna Suchalla, Study of Culture, United Evanglical Mission, hal . 56.
[3] Laporan Pelapor Khusus PBB tentang Kekerasan terhadap Perempuan: Kekerasan Terhadap Perempuan yang Dilakukan dan/atau Dibiarkan Negara Selama Berlangsungnya Konflik Bersenjata, KOMNAS Perempuan, Seri Dokumentasi Kunci, 2000, hal. 15


[4] L. M. Gandhi Lapian dan Hetty A. Geru, Trafiking Perempuan dan Anak: Penanggulangan Komprehensif Studi Kasus: Sulawesi Utara, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2006, hal. 153.
[5] Ririn Habsari dan Harimat Hendrawan, Menguak Misteri di Balik Kesakitan Perempuan, KOMNAS Perempuan, Jakarta, 2007, hal. 29.
[6]  L. M. Gandhi Lapian dan Hetty A. Geru, Op.Cit. hal. 86.
[7]Laporan Pelapor Khusus PBB tentang Kekuasaan terhadap Perempuan: Perdagangan Perempuan, Migrasi Perempuan dan Kekerasan terhadap Perempuan: Pwnyebab dan Akibatnya, KOMNAS Perempuan, Seri Dokumentasi Kunci, 2000, hal. 80

Tidak ada komentar:

Posting Komentar