Selasa, 01 Mei 2012

KEMAMPUAN MENTAL & PENGUKURANNYA


                                     KEMAMPUAN MENTAL & PENGUKURANNYA


I.     Pendahuluan
Seorang manusia yang utuh mempunyai anggota tubuh yang lengkap. Anggota tubuh tersebut biasa disebut fisik. Sudah pasti untuk mengerjakan suatu aktifitas, manusia menggunakan fisik. Akan tetapi, seorang manusia normal memiliki dua unsur dalam dirinya. Selain fisik manusia juga mempunyai mental. Mental ini yang mempengaruhi pikiran manusia untuk melakukan sesuatu.
Kita sering mendengar istilah “Mental Tempe.” Istilah tersebut mempunyai arti bahwa kita tidak mempunyai keberanian atau nyali. Namun demikian, mental seseorang dapat berubah ketika mendapatkan suatu dukungan dari orang lain, tetapi pada intinya perubahan tersebut tergantung pada orang yang bersangkutan. Permasalahn ini yang melatarbelakangi paper kelompok.
Jadi, apa sebenarnya mental itu? Apa kegunaan dari mental? Bagaimana mental dapat diukur? Melalui paper ini, kelompok akan menguraikan pertanyaan-pertanyaan tersebut.

II.      Isi
II.1. Pengertian Mental
            Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan mental sebagai sesuatu yang bersangkutan dengan batin dan watak manusia. Bukan bersifat badan atau tenaga.[1] Jadi bukan hanya pembangunan fisik yang diperhatikan, tetapi pembangunan mental juga diperhatikan. Dapat dikatakan bahwa mental dan fisik tidak mempunyai hubungan yang mendalam.
II.2. Kesehatan Mental
            Seseorang yang mempunyai mental sehat ditandai dengan sifat-sifat khas, antara lain:
ü  Mempunyai kemampuan-kemampuan untuk bertindak secara efesien;
ü  Mempunyai tujuan hidup yang jelas;
ü  Mempunyai konsep diri yang sehat;
ü  Mempunyai koordinasi antara segenap potensi dengan usaha-usahanya;
ü  Mempunyai regulasi diri dan integrasi kepribadian;
ü  Mempunyai batin yang tenang.[2]
Kesehatan mental tidak hanya memanifestasikan diri dalam penampakkan tanda -tanda tanpa ada gangguan batin saja. Akan tetapi posisi pribadinya juga harmonis dan baik, selaras dengan dunia luar dan di dalam dirinya sendiri, begitu juga harmonis dengan lingkungannya. Maka dengan demikian, orang yang sehat mentalnya itu secara mudah dapat melakukan:
ü  Adaptasi;
ü  Selalu aktif  berpartisipasi;
ü  Dapat  menerapkan diri dengan lancar pada setiap perubahan sosial;
ü  Selalu sibuk melaksanakan realisasi diri;
ü  Senantiasa dapat menikmati kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya.[3]

II.3. Prinsip-Prinsip Pokok Mendapatkan Kesehatan Mental 
            Tiga prinsip pokok untuk mendapatkan kesehatan mental:

ü  Pemenuhan Kebutuhan Pokok
Seseorang pasti mempunyai kebutuhan-kebutuhan pokok dan dorongan-dorongan yang bersifat organis dan bersifat sosial. Kebutuhan dan dorongan inilah yang menuntut kepuasan. Maka, dari kedua hal tersebut dapat menimbulkan ketegangan-ketegangan dalam usaha pencapaiannya. Ketegangan cenderung menurun jika kebutuhan-kebutuhan terpenuhi. Sebaliknya, ketegangan akan makin naik atau banyak, jika mengalami frustasi atau hambatan-hambatan.


ü  Kepuasan
Setiap orang menginginkan kepuasan, baik yang bersifat jasmani maupun yang bersifat psikis. Pendek kata, seseorang ingin puas di segala bidang, dalam arti seseorang ingin merasa kenyang, aman terlindung, ingin puas dalam hubungan seksnya, ingin mendapat simpati dan diakui harkatnya. Maka dari situ timbullah kesadaran nilai dirinya dan kesadaran penguasaan yang memberi rasa senang dan bahagia.[4]

ü  Posisi dan Status Sosial
Setiap individu selalu berusaha mencari posisi sosial dan status sosial dalam linkungannya, begitu juga dengan cinta dan simpati. Mengapa demikian? Sebab cinta dan kasih menumbuhkan rasa diri aman, keberanian dan harapan-harapan di masa mendatang. Oleh karena hal-hal demikian seseorang dapat menjadi optimis dan bergairah. Individu-individu yang mengalami gangguan mental biasanya merasa dirinya tidak aman, merasa dikejar-kejar dan selalu dalam kondisi ketakutan. Individu tersebut tidak mempunyai kepercayaan  pada diri sendiri dan masa depan. Jiwanya selalu bimbang dan tidak seimbang.[5]

II.4. Disorder Mental dan Gejala Psikopat
            Disorder mental adalah bentuk penyakit, gangguan dan kekacauan fungsi mental atau kesehatan mental yang disebabkan oleh kegagalan  mereaksinya mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan/mental terhadap stimuli ekstern dan ketegangan-ketegangan; sehingga muncul gangguan fungsional atau gangguan struktural dari satu bagian, satu orang atau sistem kejiwaan mental. Disorder ini disebakan tiga faktor, yaitu:
ü  Predisposisi
Struktur biologis/jasmani yang lemah, mental/kepribadian yang lemah atau kombinasi dari keduanya dapat menimbulkan gangguan mental. Jadi, ada kondisi pembawaan yang lemah, lalu ditambah dengan jasmani yang lemah, karena orang yang bersangkutan banyak mengalami shock emosional. Shock emosional ini mengakibatkan terjadinya gangguan pada integrasi, pribadi, dan muncul dissosiasi dengan lingkungan. Maka, pada saatnya akan meledak menjadi macam-macam gangguan mental.

ü  Pemasakan
Batin yang keliru dari pengalaman atau pencernaan pengalaman dalam diri dengan cara yang salah. Dengan kata lain, tempat dari gangguan jiwa itu ada di dalam kepribadian sendiri, dalam bentuk kesalahan karakter yang cukup serius. Biasanya berbentuk konflik-konflik batin yang tajam dan sangat mendalam dan ini tidak bisa diselesaikan dengan cara yang wajar.[6]   

ü  Faktor Sosio-Kultural atau Faktor Eksternal
Jika suatu ambisi tidak tercapai, lalu seseorang merasa malu, takut, cemas, bingung, rendah diri dan mengalami frustasi. Ini dapat mengakibatkan kontak sosial atau lembaga keluarga terpecah, penuh unsur ketegangan, stress, tidak mempunyai kaitan batin dan merasa tidak aman. Maka, ketakutan, kecemasan dan kebingungan itu menjadi target yang empuk bagi timbulnya kekalutan mental.[7]

            Psikopat adalah bentuk kekalutan mental ditandai dengan tidak adanya pengorganisasian dan pengintegrasian pribadi. Maksudnya, seseorang tidak dapat betanggung jawab secara moral, beradaptasi sosial yang tidak normal dan selalu berkonflik dengan norma-norma sosial dan hukum. Mengapa demikian? Karena sepanjang hayatnya ia hidup dalam lingkungan sosial yang abnormal dan immoral yang diciptakan oleh angan-angan sendiri.
            Orang-orang psikopat biasanya tidak mendapatkan kasih sayang pada saat muda, khususnya dari lingkungan. Selama lima tahun pertama dia tidak mendapatkan kasih sayang, sehingga untuk selama-lamanya individu yang bersangkutan kehilangan atau tidak sanggup mengembangkan kemampuan, menerima dan memberikan cinta kasih maupun simpati. Maka sepanjang hidup sampai usia dewasa dan tua, dia kehilangan perasaan sosial dan rasa kemanusiannya. Dia tidak dapat menjalin relasi dengan siapapun. Perasaanya selalu tidak senang dan tidak puas.
            Jiwanya senantiasa diliputi rasa benci, iri, dendam, curiga, penolakan, rasa dikejar-kejar dan dituduh. Sehingga jiwanya menjadi gelisah, tegang, penuh ketakutan; lalu menjadi kacau balau, serta diliputi bayangan pikiran dan perasaan kegila-gilaan. Maka terjadilah kemudian desintegrasi dan disorganisasi kepribadian, tanpa memiliki rasa sosial dan rasa kemanusiaan yang wajar.[8]    
II.5. Inteligensi
            Seorang yang bernama David Wechsler mendefinisikan bahwa inteligensi adalah kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah, serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. Kemampuan yang telah dipaparkan David Wechsler , maksudnya adalah kemampuan untuk mengolah lebih jauh lagi hal-hal yang kita amati. Kemampuan tersebut terdiri dari dua jenis, yaitu:

ü  Kemampuan Khusus
Kemampuan dalam bidang-bidang tertentu, misalnya dalam bidang perdagangan, bidang ilmu pasti dan juga kemampuan-kemapuan tertentu seperti kemampuan analisa, kemampuan mensintesakan atau mengorganisasikan fakta, daya ingatan, inisiatif dan kreatifitas.

ü  Kemampuan Umum
Kemampuan ini mendasari kemampuan khusus, tetapi ia bukan merupakan kumpulan, gabungan atau penjumlahan kemampuan-kemapuan khusus belaka, melainkan kualitas tersendiri[9]

            Pengukuran inteligensi dilakukan dengan alat-alat psikodiagnostik tertentu, yang biasa disebut psikotes. Hasil pengukuran inteligensi dinyatakan dalam satu ukuran tertentu yang dapat menyatakan tinggi rendahnya inteligensi yang diukur, yaitu Intelligence Quotient yang biasa disingkat IQ yang artinya hasil bagi taraf kecerdasan. David Wechsler dan Bellevue menyatakan bahwa kalau semua orang di dunia diukur intelegensinya, maka akan terdapat orang-orang yang sangat pandai dan sama banyaknya orang-orang yang sangat bodoh. Orang-orang yang pandai tetapi tidak sepandai golongan pertama, sama banyaknya pula dengan orang-orang yang tidak sebodoh golongan terbodoh di atas.[10] Demikanlah seterusnya sehingga yang terbanyak adalah yang bertaraf intelegensi normal. Pendapat tersebut dapat dilihat dalam table berikut:




     
IQ
Klasifikasi
Berapa  % banyaknya
di antara
penduduk
dunia
Kalau
dihubungkan
dengan
tingkat
sekolah
s/d 67
Terbelakang
2,2
Tidak dapat mengikuti sekolah biasa
68-79
Perbatasan
6,7
Dapat mempelajari sesuatu tapi terlambat
80-90
Kurang dari rata-rata
16,1
Dapat menyelesaikan SD
91-110
Rata-rata
50,0
Dapat menyelesaikan sekolah lanjutan
111-119
Di atas rata-rata
16,1
Dapat melanjutkan sekolah di atas sekolah lanjutan tanpa banyak kesulitan
120-127
Superior
6,7
Dapat menyelesaikan tingkat universitas tanpa banyak kesulitan
128 ke atas
Sangat superior
2,2
Orang-orang yang sangat pandai, seperti sarjana terkemuka, pemimpin dunia dan para jenius

II.6. Keterbelakangan Mental
            Keterbelakangan mental atau yang biasa disebut terbelakang adalah orang-orang yang tingkat inteligensi rendah sekali. Sebagian (2,2%) orang di dunia ini mengalami ketebelakangan. Lalu apa tanda-tanda dari keterbelakangan:

ü  Kecerdasannya sangat terbatas;
ü  Ketidakmampuan sosial, maksudnya tidak mampu mengurus diri sendiri, sehingga selalu memerlukan bantuan orang lain;
ü  Arah minat sangat terbatas pada hal-hal tertentu yang sederhana saja;
ü  Perhatiannya labil, mudah berpindah-pindah;
ü  Daya ingatnya lemah;
ü  Emosi sangat miskin dan terbatas, misalnya hanya ada perasaan senang, takut, marah, benci dan terkejut;
ü  Apatis, acuh tak acuh terhadap sekitarnya;
ü  Kelainan-kelainan badaniah seperti badan terlalu kecil, kepala terlalu besar, mulut melongo, mata sipit (khususnya pada jenis mongoloid), badan bungkuk dan tampak tidak sehat.[11]




Berdasarkan taraf inteligensinya, orang-orang terbelakang dapat digolongkan
dalam tiga jenis, yaitu:
ü  Idiot à yang paling rendah taraf inteligensinya (IQ di bawah 20);
ü  Imbesil à yang mempunyai IQ 20-50;
ü  Debil atau moron à bertaraf inteligensi anatara IQ 50 dan 70.[12]

Menurut kesepakatan terakhir dari American Association Of Mental Retardation, tingkat-tingkat keterbelakangan mental tersebut[13] adalah sebagai berikut:

No.
Tingkat Keterbelakangan
IQ
1
Sangat berat (profound)
0-19
2
Berat (sephere)
20-35
3
Sedang (moderate)
36-54
4
Ringan (mild)
55-69
5
Perbatasan (borderline)
70-85
6
Lambat belajar (slow learner)
85-90

II.7. Kemampuan Mental dan Pengukurannya
            Setiap individu mempunyai karakteristik  kemampuan mental yang berbeda dan bervariasi. Kemampuan mental ini juga dapat dites dan diukur. Tes kemampuan mental pertama kali dikembangkan sekitar peralihan abad ini. Tes tersebut diterima sebagai metode yang objektif dan netral untuk mengidentifikasi bakat dan memastikan kesempatan seseorang.
            Tes seperti ini sangat digemari di Amerika untuk menyeleksi pegawai atau mengklsifiskasikan siswa. Contohnya, Civil Service Examination yang setiap tahun diikuti oleh ribuan orang yang melamar berbagai jabatan. Jika kita melihat contoh ini, masih banyak orang memandang tes kemampuan sebagai saran yang paling baik. Namun demikian, di lain pihak menyatakan bahwa tes semacam itu bersifat terbatas dan sempit. Tes tersebut tidak mengukur karakteristi yang paling penting dalam usaha menetapkan tingkat keberhasilan yang dicapai di pekerjaan atau sekolah.[14]


ü  Jenis Tes Kemapuan
Tes pada dasarnya merupakan sampel perilaku yang diambil pada suatu saat tertentu. Seringkali dibedakan antara tes prestasi (Achievment Test – yang dirancang untuk mengukur ketrampilan yang telah dicapai dan menunjukkan apa yang dapat dilakukan seseorang pada saat ini) dan tes bakat (Aptitude Tes – yang dirancang untuk memprediksi apa yang dapat dilakukan seseorang bila dilatih). Akan tetapi, perbedaan kedua jenis tes itu tidak terlalu jelas. Semua tes menilai keadaan individu saat ini, apakah tujuan tes itu mengukur apa yang telah dipelajari atau memprediksi penampilan di masa mendatang. Kedua jenis tes itu sering mencakup tipe pertanyaan yang sama dan menunjukkan hasil yang berkorelasi tinggi. Dari pada menganggap tes prestasi dan tes bakat sebgai dua kategori tes yang berbeda, lebih baik memandangnya sebagai bagian dari suatu kesatuan.[15]

Bakat Lawan Prestasi   
Tes-tes yang berada di ujung rangkaian kesatuan bakat – prestasi bebeda satu sama lain terutama dari segi tujuan. Tes dengan pertanyaan yang sama bisa dimasukkan dalam rangkaian tes yang disusun untuk menyeleksi para pelamar pelatih pilot, karena pengetahuan tentang prinsip mekanik diakui sebagai prediktor keberhasilan penerbangan yang baik. Tes yang terakhir ini dianggap sebagai ukuran bakat karena hasil-hasilnya digunakan untuk memprediksi penampilan sebagai kader pilot. Tes-tes yang berada di ujung rangkaian kesatuan bakat – prestasi juga dapat dibedakan dari segi kekhususan pengalaman terdahulu yang relevan.[16]

Keumuman Lawan Kekhususan
Tes kemampuan juga dapat dibedakan berdasarkan rangkaian kesatuan umum – khusus ; yaitu, tes semacam itu berbeda dalam hal keluasan isinya. Musical Aptitude Profile berada diujung khusus rangkaian itu, seperti juga tes mengetik, ujian mengemudi, tes kemampuan matematis atau tes pemahaman bacaan. Tes-tes ini mengukur kemampuan yang cukup spesifik. Pada ujung umum rangkaian itu terdapat ujian kecakapan SMA dan tes bakat skolastik – yang mencoba mengukur perkembangan pendidikan di sejumlah bidang – sebagaimana kebanyakan tes dalam serangkaian kemampuan. Tes semacam ini biasanya tidak terdiri dari soal-soal yang dapat dijawab dengan ingatan sederhana atau dengan penerapan ketrampilan praktis, tetapi mengutamakan soal-soal yang membutuhkan gabungan kemampuan menganalisis, memahami konsep abstrak dan menarapkan pengetahuan sebelumnya untuk memecahkan masalah baru.[17]  

ü  Syarat-Syarat Tes Yang Baik
Tes memainkan peranan yang begitu penting dalam kehidupan kita, tes itu harus mengukur apa yang hendak diukur dan skornya harus mencerminkan pengetahuan dan ketrampilan peserta tes secara tepat. Sebuah tes dikatakan bermanfaat bila skornya sahih (valid) dan andal (reliable).

Keterandalan (reliabilitas)
Skor tes dikatakan andal bila skor itu dapat dihasilkan lagi dan konsisten. Tes bisa menjadi titik andal karena beberapa alasan. Butir soal tes yang membingungkan atau bermakna ganda bisa menimbulkan arti yang berbeda bagi peserta tes pada saat yang berbeda. Jika setiap individu yang dites mencapai skor yang kurang lebih sama pada kedua pengukuran itu, berarti tes tersebut andal. Beberapa perbedaan bisa muncul di antara kedua skor itu karena adanya perbedaan peluang dan kesalahan pengukuran.
Oleh sebab itu, dibutuhkan pengukuran statistik mengenai tingkat hubungan antara seperangkat pasangan skor.[18]     

Kesahihan (validitas)
Tes dikatakan sahih bila tes itu megukur apa yang hendak diukur. Mengukur sebuah kesahihan, kita harus mendapatkan dua skor dari setiap orang: skor tes dan ukuran lain dari kemampuan yang dibahas. Ukuran ini disebut kriteria. Dengan demikian, dapat diperoleh koefisien korelasi anatara skor tes awal dan skor pada kriteria. Koefisien korelasi ini, yang dikenal sebagai koefisien kesahihan, menggambarkan bobot suatu tes yang disusun untuk tujuan tertentu. Semakin tinggi kesahihan koefisien, semakin baik prediksi yang dapat dibuat dari hasil tes tersebut.[19]



 III.      KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat kami dapat kemampuan mental dan pengukurannya ialah setiap orang itu mempunyai kemampuan mental dan pengukuran yang berbeda. Kemampuan mental dan pengukuran seseorang itu dapat di sebabkan oleh faktor lingkungan dan ginetik dari orangtuanya. Pada dasarnya satiap orang mempunyai kemampuan yang sangat baik dan bagus, tetapi akibat faktor lingkungan dan genetik dapat mempengarihi pertumbuhan maupun mental seseoramg. Jadi kita harus dapat menjaga baik kondisi tubuh kita baik jasmani dan rohani. 


























DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, R. L; Atkinson, R. C, & Hilgard E. R. Pengantar Psikologi. Edisi Kedelapan, Jakarta: Erlangga, 1983.
Kartono, Kartini; Andari, Jenny. Hygiene Mental dan Kesehatan Mental Dalam Islam, Bandung: Mandar Maju, 1989.
Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994.
Sarwono, Sarlito W. Pengantar Umum Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang,
2003.



[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hal. 646.
[2] Kartini Kartono, Jenny Andari. Hygiene Mental dan Kesehatan Mental Dalam Islam (Bandung: Mandar Maju, 1989), hal. 5.
[3] Ibid., hal. 6.
[4] Ibid., hal. 29.
[5] Ibid., hal. 30.
[6] Ibid., hal. 83.
[7] Ibid., hal. 85.
[8] Ibid., hal, 91-92.
[9] Sarlito W. Sarwono. Pengantar Umum Psikologi (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), hal. 76-77.
[10] Ibid., hal. 78.
[11] Ibid., hal. 80.
[12] Ibid.
[13] Ibid., hal. 81.
[14] Ibid., hal. 99-100
[15] Ibid., hal. 100.
[16] Ibid.
[17] Ibid., hal. 103.
[18] Ibid., hal. 105-106.
[19] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar